Selasa, 25 September 2012

Open House Ikatan Akuntan Indonesia

sebagai wujud komitmen besar IAI memberikan pemahaman pada stakeholker keprofesian tentang Standar Akuntansi Keuangan (SAK), maka IAI mengadakan konsultasi publik dalam penerapan SAK terbaru

dalam ajang ini peserta akan memperoleh kesempatan berkonsultasi langsung dengan tim teknis dan tim implementasi IFRS, sehingga memperoleh perspektif yang akurat.

open house ini diadakan pada :

hari/tanggal : Jumat/28 September 2012
Jam : 14.00-17.00 WIB

BE THE FIRST IN OUR OPEN HOUSE

nb : Keterangan lebih jelas hubungi : (021) 31904232 atau di website www.iaiglobal.or.id

Rabu, 12 September 2012

aset negara tumbuh 24,7%

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melansir nilai aset negara er 31 Desember 2011 mencapai Rp. 3.023,44 triliun, dengan kewajiban negara sebesar Rp. 1.947,37 triliun.

Dengan demikian, kekayaan bersih negara mencapai Rp. 1.076,07 triliun. Menteri Keuangan Agus Martowadojo mengungkapkan, nilai aset negara memang mengalami kemajuan yang cukup signifikan setiap tahunnya. Kenaikan tersebut tidak bisa lepas dari perbaikan inventarisasi baik dari sisi jumlah maupun jenis.

Sebagai informasi, per 31 Desember 2010 aset negara baru mencapai Rp. 2.423,69 triliun dengan kewajiban mencapai Rp. 2.796,08 triliun dan kekayaan bersih negara yang hanya Rp. 627,61 triliun. Per 31 Desember 2006, kekayaannya bersih negara bahkan minus Rp. 110,10 triliun karena aset negara hanya tercatat Rp. 1.219, 96 triliun sementara kewajibannya mencapai Rp. 1.330,06 triliun.

Begitu pula per 31 Desember 2005, dimana kekayaan bersih negara minus RP. 168,92 triliun karena asetnya hanya Rp. 1.173,13 triliun sementara kewajibannya mencapai RP. 1.342,05 triliun. "Aset negara yang perlu diselesaikan statusnya itu banyak, tapi kemajuan yang ada juga sudah banyak. PErlu kerja sama antara kementerian/lembaga (K/L) yang menguasai aset negara dengan KEmenkeu, " tutur Agus Marto dalam konferensei pers Rapat KErja Nasional (Rakernas) Akuntansi dan Laporan Keuangan Tahun 2012, di Kantor Kemenkeu, jakarta, kemarin.

Meski ada kemajuan dalam inventarisasi ataupun penilaian aset, Agus Marto menegaskan, masih banyak aset negara yang masih harus diterbitkan seperti pelabuhan udara, rumah dinas, dan gedung kantor. Mantan Dirut Bank Mandiri ini menambahkan, kerja sama dengan K/L sangat diperlukan dalam inventarisasi terutama untuk memastikan bahwa tanah yang diiventarisasi dalam keadaan bersih serta dalam kendali K/L.

Direktur Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Direktorat Jenderal Perbendaharaan Yuniar Yanuar Rasyif mengatakan, pemerintah terus meningkatkan invetarisasi dan penilaian aset negara yang berlum terhitung "Kita sedang melakukan invetarisasi dan penilaian kembali aset jalan dan bendngan-bendungan, " papar Yuniar. Yuniar menegaskan, Kemenkeu menargetkan akan menyelesaikan inventarisasi dan penilaian aset negara pada tahun ini.

Untuk itulah, pemerintah tengah mengiatkan deteksi aset negara untuk kemudian diinventarisasi dan ditaksir nilainya. Bendungan-bendungan, misalnya, masih diiventarisasi oleh DItjen Kekayaan Negara sebelum ditaksir nilainya. maesaroh

Selasa, 11 September 2012

14 cara mencegah penggelapan cek

Meskipun bukan uang tunai, cek paling rawan terhadap pencurian atau penggelapan. Dengan ukuran fisik yang ringkas, pencairan yang relatif mudah dan nominal yang besar, tak diragukan lagi cek menjadi sasaran penggelapan paling menarik bagi pegawai yang tidak bertanggungjawab. Untuk itu diperlukan pengawasan yang ekstra ketat—melebihi wilayah lainnya.

Berikut adalah cara mencegah penggelapan cek :

1. minimalkan penggunaan cek
2. berlakukan otorisasi bertingkat
3. minimalkan penerbitan cek tunai/cash
4. penandatanganan cek harus lebih dari satu orang
5. awasi stok buku cek
6. awasi stempel cek
7. disiplinkan nomor urut cek
8. jangan sisakan ruang dalam lembar cek
9. bandingkan antara cek register dengan bonggol cek
10. gunting cek yang batal
11. periksa cek yang belum dikirimkan
12. setor semua cek masuk dihari yang sama
13. lakukan audit mendadak
14. perbaharui kartu spesimen penandatanganan cek

4 elemen terpenting sistem pengendalian intern

implementasi sistem pengendalian intern (SPI) bukan hanya dalam bentuk pengawasan. Melainkan gabungan berbagai elemen yang berbeda. Agar sistem pengendalian intern bisa berfungsi dengan efektif, minimal terdiri dari empat elemen utama yang berjalan sinergis—saling melengkapi dan saling mendukung. Berfungsi efektif yang saya maksudkan adalah mampu meminimalisir potensi penggelapan, pencurian dan bentuk penyelewengan lainnya hingga ke titik terendah

agar efektif sistem pengendalian manajemen harus mengandung 4 elemen di bawah ini :

1. prosedur dan kebijakan yang mengikat dan jelas 
Ini fundamental sifatnya. Tidak boleh tidak, harus ada. Tanpa prosedur dan kebijakan yang jelas, pegawai tidak akan tahu mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan. Prosedur harus mengikat, dalam artian setiap perilaku yang tidak sesui dengan prosedur akan diganjar hukuman. Prosedur haru jelas, tidak multi tafsir, tidak memiliki celah untuk memungkinkan terjadinya pelanggaran.
Misalnya: Untuk menerima barang dari pemasok/vendor, bagian receiving harus:
  • Membandingkan “Surat Jalan” vs. “Purchase Order” vs “Physical Check”, untuk memastikan barang yang diterima sudah sesuai pesanan, dan surat jalan sudah sesuai kenyataan.
  • Bila ada perbedaan, maka petugas receiving harus menghubungi bagian pembelian untuk kemudian diteruskan ke vendor. Vendor harus mengirimkan barang yang sesuai dengan PO selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila tidak pesanan dibatalkan.
  • Apakah harus persis sama atau ada toleransi? Apakah ada pengecualian? Kalau ada pengecualian atas apa dan siapa yang berwenang memberikan approval untuk menerima perbedaan itu?
  • Bila ketiganya sudah sama, maka petugas receiving harus memasukan data penerimaan, mencetak receiving slip, di staple jadi satu, untuk kemudian dikirimkan ke bagian accounting.
  • Dan seterusnya.
Bila ada perbedaan antara ketiga dokumen itu tetapi petugas receiving tidak menghubungi bagian pembelian, atau bagian pembelian tidak menindaklanjuti, atau menerima perbedaan tanpa approval dari pejabat yang berwenang, maka siapapun yang melanggar harus mendapat hukuman. Tanpa itu, prosedur akan cenderung dilanggar.
Semua itu dituangkan di dalam sebuah prosedur dan kebijakan. Dan semua aktvitas (di semua wilayah operasional persahaan), harus memilik prosedur dan kebijakan yang mengikat, dan jelas.
Bayangkan kalau tidak ada prosedur, bukan saja membuat potensi penggelapan/pencurian/penyelewengan menjadi tinggi, tetapi juga membuat banyak waktu habis ditengah jalan hanya untuk bolak-balik menjalankan satu proses aktivitas, karena pegawai tidak tahu pasti harus berbuat apa.

2. Peralatan yang memadai
Piranti di sini bisa jadi berupa komputer, device tertentu (misalnya mesin finger print untuk absensi, atau scanner barcode untuk penerimaan barang dan pencatatan persediaan yang akurat, body-scanner untuk memeriksa orang yang keluar masuk dari lokasi perusahaan, camera CCTV, brankas dengan locker digital dan manual, alat penimbang, stempel digital yang dilengkapi dengan alat anti duplikasi, dll).
Peranan piranti sangat besar. Piranti dimaksudkan untuk 2 tujuan utama berikut ini :Memastikan prosedur dan kebijakan berjalan dengan mulus tanpa hambatan, dan nenutup celah peluang terjadinya penggelapan/pencurian/penyelewengan

3. pengawasan terus menerus 
4. evaluasi berkala


penyempurnaan atas edisi cetak Standar Akuntansi Keuangan

Salah satu upaya yang ditempuh oleh IAI dalam rangka sosialisasi Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia adalah penerbitan buku Standar Akuntansi Keuangan per 1 Juni 2012 yang merupakan kompilasi edisi cetak Standar Akuntansi Keuangan yang telah diterbitkan sebelumnya. Dalam proses penerbitan buku ini telah dilakukan berbagai penyempurnaan atas edisi cetak Standar Akuntansi Keuangan yang diterbitkan sebelumya meliputi:
1.
Perbaikan redaksional; dan/atau
2.
Penyesuaian karena dampak perubahan, pencabutan dan/atau pengesahan beberapa Standar Akuntansi Keuangan yang mengakibatkan perubahan Sandar Akuntansi Keuangan yang lain.

Keterangan untuk penyempurnaan edisi cetak lebih jelas klik link ini :

Senin, 10 September 2012

SNA 15 Banjarmasin 20-23 September 2012

Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Pendidik (IAI KAPd) telah melahirkan salah satu ajang bergengsi bagi para Akuntan Indonesia untuk memaparkan berbagai hasil penelitian akuntansi terbaik. Ajang tersebut disebut dengan nama "Simposium Nasional Akuntansi" atau lebih dikenal dengan singkatan SNA. Penyelenggaraan SNA dimulai sejak tahun 1997 di Yogyakarta, dan selanjutnya diselenggarakan secara bergantian setiap tahun oleh Perguruan Tinggi di seluruh Indonesia. Selain sebagai forum ilmiah, SNA juga menjadi forum komunikasi dan silaturahmi antara akademisi dan praktisi di bidang akuntansi yang merupakan perwujudan kepedulian akuntan terhadap pembangunan bangsa dan negara Indonesia. Pada hari Jumat, 22 Juli 2011 saat pelaksanaan SNA XIV yang bertempat di Universitas Syiah Kuala Banda Aceh IAI KAPd secara aklamasi telah menetapkan Kota Banjarmasin sebagai tuan rumah SNA XV Tahun 2012 dan Universitas Lambung Mangkurat (UNLAM) sebagai Host SNA XV tersebut. Adapun tema yang akan diangkat pada SNA XV ini adalah:Fraud & Forensik: Peran Akuntan dalam Pemberantasan Korupsi

untuk keterangan lebih jelas klik : http://www.sna15banjarmasin.com  atau http://www.iaiglobal.or.id
 

Workshop PSAK Terkini Graha Akuntan

Workshop PSAK terkini sesuai dengan program Konvergensi IFRS yang berlaku efektif 1 Januari 2012, diadakan pada :

hari/tanggal : selasa- jumat/ 2-5 Oktober 2012
tempat : Graha Akuntan, Jl. Sindanglaya no 1 Menteng Jakarta Pusat
waktu : 09.00-17.00

Pendaftaran hubungi :

Grha Akuntan Jl. Sindanglaya no 1 Menteng Jakarta Pusat, Telp. (021) 31904232 Ext. 222/777/333 fax. (021) 3900016/3152076


Jumat, 07 September 2012

tehnik cara mencegah penggelapan (pencurian) Petty cash

Kas kecil atau yang biasa disebut ‘Petty Cash’ jumlahnya memang kecil, tetapi bukan berarti bebas dari risiko pencurian (penggelapan). Tidak ada alasan untuk tidak melakukan pengawasan atau kontrol yang serius. Berikut adalah tehnik pengawasan yang saya rekomendasikan (untuk perusahaan berskala kecil hingga menengah)

berikut adalah cara mencegah pengelapan (pencurian) petty cash :

1. batasi penggunaan petty cash
2. Pertimbangkan Penggunaan Procurement Card, Procurement card yang dimaksud adalah debit kas khusus perusahaan atas nama perusahaan tentunya
3. berlakukan otorisasi terbatas
4. batasi persediaan petty cash
5. pergunakan petty cash voucher berseri
6. lakukan audit fisik petty cash

kalau cara cara tersebut diterapkan secara efektif dan disiplin, penggelapan petty cash bisa di cegah

Kamis, 06 September 2012

good governance dan pemberantasan korupsi

Kasus korupsi di Indonesia muncul di media elektronik dan cetak setiap hari. Tiada hari tanpa pemberitaan tentang korupsi yang melibatkan pejabat pemerintah, politisi, pebisnis, bahkan akademisi. Konflik kepentingan menyebabkan seseorang atau suatu kelompok melakukan tindakan korupsi. Perilaku korupsi akan dilanjutkan dengan perilaku tidak etis lainnya. Korupsi akan menyebabkan seseorang melakukan apa saja demi untuk mencapai tujuannya. Secara luas, korupsi akan menyebabkan tingkat biaya ekonomi tinggi  yang akhirnya penurunan tingkat efisiensi secara nasional. Isu-isu tersebut berdampak pada menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan negara yang dilakukan oleh pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, yang berlanjut pada timbulnya sikap apatis masyarakat terhadap apapun yang dilakukan oleh pemimpin negara dan pemimpin-pemimpin bangsa Indonesia ini.

Menurut Mustopadidjaja (2001) Indonesia masih dipandang sebagai negara dengan risiko tinggi, dengan tingkat korupsi termasuk tertinggi. Hasil survei Transparency International menunjukkan Indonesia berada di urutan yang belum menggembirakan. Selama kurun waktu 15 tahun, Indonesia masih dalam kategori negara korup karena masih memperoleh nilai di bawah 3. Sampai dengan tahun 2010, peringkat Indonesia berada di urutan 110 dari 178 negara dengan nilai 2,8 dari skala 10.

Menurut hasil survey Transparency International, negara  Indonesia masih berada pada urutan Negara korup karena Indeks Persepsi Korupsi (IPK) berada di bawah nilai 3.

Tabel 1 di bawah menunjukkan perkembangan IPK yang diperoleh Negara Indonesia selama kurun waktu 15 tahun. Menurut Tranparency Internasional Indonesia (2009), skor-skor tersebut dapat dibaca bahwa Indonesia masih dipandang rawan korupsi oleh para pelaku bisnis maupun pengamat/analis negara. Skor Indonesia yang sangat rendah menunjukkan bahwa usaha pemberantasan korupsi masih jauh dari berhasil dan komitmen pemerintah terhadap terbentuknya tata kelola pemerintahan yang lebih baik harus dipertanyakan.

Tabel 1: Peringkat dan Nilai Indeks Persepsi Korupsi (IPK)


Tahun
Peringkat
IPK
(skala 0-10)

Keterangan
1995
41 dari 41 negara
1.94
Korup
1996
45 dari 54 negara
2.65
Korup
1997
46 dari 52 negara
2.72
Korup
1998
80 dari 85 negara
2.0
Korup
1999
96 dari 99 negara
1.7
Korup
2000
85 dari 91 negara
1.7
Korup
2001
88 dari 91 negara
1.9
Korup
2002
96 dari 102 negara
1.9
Korup
2003
122 dari 133 negara
1.9
Korup
2004
133 dari 146 negara
2.0
Korup
2005
137 dari 159 negara
2.2
Korup
2006
130 dari 163 negara
2.4
Korup
2007
143 dari 180 negara
2.3
Korup
2008
126 dari 180 negara
2.6
Korup
2009
111 dari 180 negara
2.8
Korup
2010
110 dari 178 negara
2.8
Korup
Definisi Governance
Governance mengandung makna bagaimana cara suatu bangsa mendistribusikan kekuasaan dan mengelola sumberdaya dan berbagai masalah yang dihadapi masyarakat. Dengan kata lain, dalam konsep governance terkandung unsur demokratis, adil, transparan, rule of law, participation dan kemitraan. World Bank memberi definisi good governance sebagai suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran kesalahan dalam alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi secara politik dan administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha.

Nizarli (2005) mendefinisikan good governance adalah pelaksanaan otoritas politik, ekonomi dan adminstratif dalam pengelolaan sebuah negara, termasuk di dalamnya mekanisme yang kompleks serta proses yang terkait, lembaga lembaga yang dapat menyuarakan kepentingan perseorangan dan kelompok serta dapat menyelesaikan semua persoalan yang muncul diantara mereka. Sedangkan menurut Nasution (2008:167), good governance adalah penataan hubungan antara lembaga-lembaga tinggi negara, antar lembaga pemerintah, termasuk hubungannya dengan masyarakat sebagai pihak yang memiliki kedaulatan dalam suatu negara demokrasi. 
Secara umumdapat disimpulkan bahwa good governance adalah mekanisme hubungan antar elemen-elemen dalam suatu bangsa dalam rangka untuk menciptakan kehidupan masyarakat adil dan makmur sesuai dengan Pancasila. Elemen-elemen yang dimaksud adalah  pemerintah (the state), civil society (masyarakat adab, masyarakat madani, masyarakat sipil), dan pasar atau dunia usaha.

Menurut Pedoman Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG, 2008), akuntabilitas diperlukan agar setiap lembaga negara dan penyelenggara negara melaksanakan tugasnya secara bertanggungjawab. Dengan demikian lembaga negara harus: 1) menetapkan rincian fungsi, tugas serta wewenang dan tanggungjawab masing-masing penyelenggara negara yang selaras dengan visi, misi, dan tujuan lembaga negara yang bersangkutan, 2) memiliki ukuran kinerja bagi lembaga negara yang bersangkutan maupun individu penyelenggara negara serta memastikan tercapainya kinerja tersebut, 3) melaksanakan tugas secara jujur serta memenuhi prinsip akuntabilitas hukum, proses, program, dan kebijakan, 4) menyampaikan pertanggungjawaban secara berkala sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

Implementasi Governance di Indonesia
Salah satu penilaian governance pada tingkat global dilakukan oleh Kaufmann, Kraay, dan Mastruzzi berupa proyek riset The Worldwide Governance Indicators yang dilakukan setiap tahun mulai tahun 1996. Laporan hasil proyek riset yang dilakukan oleh Kaufmann, Kraay, dan Mastruzzi pada tahun 2010 menunjukkan bahwa implementasi governance di Indonesia selama kurun waktu tahun 1996 sampai dengan 2009 masih buruk. Riset tersebut menggunakan enam komponen indikator yaitu Voice and Accountability, Political Stability and Absence of Violence, Government Effectiveness, Regulatory Quality, Rule of Law, dan Control of Corruption. Ke enam indikator tersebut diukur dengan interval -2.5 sampai dengan 2.5, semakin tinggi nilainya menunjukkan semakin baik governance nya. Ranking menunjukkan urutan posisi Indonesia dari 213 negara yang disurvei. Semakin besar angka urutan menunjukkan semakin baik posisi nya.

Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa nilai yang diperoleh Indonesia untuk hampir semua komponen indikator menunjukkan nilai minus. Berdasarkan urutan, posisi Indonesia masih selalu berada pada urutan di bawah 50 (termasuk 25% negara terburuk) untuk seluruh (enam) indikator governance. Tabel 2 menunjukkan skor dan urutan posisi Implementasi Governance Indonesia selama kurun waktu tahun 1996 sampai dengan 2009.

Tabel 2: Indeks Implementasi Governance Indonesia:
Hasil Penilaian Bank Dunia Kurun Waktu Tahun 1996 sampai dengan 2009

TAHUN
VA
PV
GE
RQ
RL
CC
1996
SKOR
RANKING






-1.17
-1.03
0.197
0.398
-0.27
-0.34
14
15
61
60
45
32
1998
SKOR
RANKING






-1.04
-1.48
-0.83
-0.27
-0.74
-1.07
16
9
20
39
22
13
2000
SKOR
RANKING






-0.4
-1.77
-0.5
-0.31
-0.83
-0.93
37
6
36
36
25
16
2002
SKOR
RANKING






-0.41
-1.59
-0.53
-0.66
-1
-1.08
38
9
34
26
18
10
2003
SKOR
RANKING






-0.41
-2.04
-0.52
-0.62
-0.95
-0.98
38
3
34
28
19
16
2004
SKOR
RANKING






-0.33
-1.57
-0.37
-0.6
-0.74
-0.9
38
6
45
27
28
20
2005
SKOR
RANKING






-0.18
-1.19
-0.45
-0.45
-0.81
-0.86
44
14
38
37
24
21
2006
SKOR
RANKING






-0.16
-1.17
-0.3
-0.28
0.71
0.75
43
14
45
44
28
25
2007
SKOR
RANKING






-0.15
-0.99
-0.26
-0.25
-0.64
-0.6
43
18
46
44
30
33
2008
SKOR
RANKING






-0.14
-0.91
-0.21
-0.23
-0.62
-0.61
45
17
47
45
31
33
2009
SKOR
RANKING






-0.05
-0.64
-0.21
-0.28
-0.56
-0.71
48
24
47
43
34
28


Sumber: Kaufmann, Kraay, Mastruzzi; The Worldwide Governance Indicators Projects (2010)

Keterangan
VA:Voice and Accountability
PV: Polotical Stability and Absense of Violance
GE: Government Effectiveness
RQ: Regulatory Quality
RL: Rule of Law
CC: Control of Corruption

Good Governance di Indonesia

Berdasarkan hasil penilaian lembaga dunia mengenai kualitas implementasi governance dan indeks persepsi korupsi di Indonesia menunjukkan bahwa negara Indonesia masih jauh dari pencapaian yang diharapkan. Dua data di atas menunjukkan bahwa adanya hubungan antara kualitas implementasi governance dan indeks persepsi korupsi.

Perlawanan terhadap korupsi diperlukan pengawasan kuat oleh parlemen, peradilan yang berkinerja baik, badan pemeriksa dan anti korupsi yang independen dan memiliki sumberdaya memadai, penegakan hukum yang kuat, transparansi dalam anggaran publik, pendapatan serta aliran bantuan, dan juga ruang bagi media independen. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah melalui penerbitan kebijakan dan peraturan berkaitan dengan pemberantasan korupsi dan penegakan good governance.  Kebijakan pemberantasan korupsi dilakukan dengan membentuk lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, di sisi lain masih terdapat berbagai pelanggaran yang semakin luas tanpa disertai dengan penegakan hukum yang pasti.

Berbagai usulan dan saran tentang penegakan good governance telah dilontarkan oleh berbagai kalangan. Mustopadidjaja (2001) telah mengusulkan dilakukannya reformasi birokrasi dalam rangka mewujudkan good governance. Reformasi birokrasi yang dimaksud tidak hanya sekedar restrukturisasi, namun meliputi keseluruhan dimensi sistemik secara terpadu dengan menambahkan “revitalisasi pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen pemerintahan dan diamalkannya secara konsisten “dimensi-dimensi spiritual” yang melekat pada Sistem Administrasi Negara Kesatuan, Republik Indonesia (SANKRI) dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa. Selain penegakan hukum, beberapa langkah sistematis telah diajukan oleh Hardjapamekas (2003), antara lain meluruskan orientasi pada demokrasi bukan pada kekuasaan; memperkuat komitmen; melakukan pembenahan kultur dan etika birokrasi dengan konsep transparansi, melayani secara terbuka, serta jelas kode etiknya; dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Menurut Mardiasmo (2002) salah satu unsur reformasi adalah tuntutan pemberian otonomi yang luas kepada daerah kabutan dan kota. Terdapat 2 alasan pemberian otonomi daerah, yaitu 1) intervensi pemerintah pusat yang terlalu besar telah menimbulkan masalah rendahnya kapabilitas dan efektifitas pemerintah daerah dalam mendorong proses pembangunan dan demokrasi di daerah, 2) otonomi merupakan jawaban untuk memasuki kehidupan baru yang membawa peraturan-peraturan baru pada semua aspek kehidupan manusia. Peraturan-peraturan baru tersebut bertujuan  agar tercipta pemerintah daerah yang otonom efisien, efektif, akuntabel, transparan, dan responsif secara berkesinambungan (sustainable).
Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, tantangan yang dihadapi akuntansi sektor publik adalah menyediakan informasi yang dapat digunakan untuk memonitor akuntabilitas pemerintah daerah yang meliputi akuntabilitas finansial (financial accountability), akuntabilitas manajerial (managerial accountability), akuntabilitas hukum (legal accountability), akuntabilitas politik (political accountability), dan akuntabilitas kebijakan (policy accountability). Akuntabilitas sektor publik memiliki peran utama untuk menyiapkan laporan keuangan sebagai salah satu bentuk pelaksanaan akuntabilitas publik.
Penutup
Korupsi di Indonesia sudah merupakan suatu penyakit kronis yang menjadi penghalang implementasi governance. Korupsi dipicu konflik kepentingan yang seringkali kepentingan pribadi lebih menjadi prioritas utama dibandingkan dengan kepentingan bangsa dan negara. Upaya pemberantasan korupsi harus selalu dilakukan tanpa henti melalui berbagai cara dan media.
 
Good Governance akan dapat diwujudkan dengan melibatkan 3 pihak, yaitu negara (pemerintah), dunia usaha, dan masyarakat. Penyelenggara negara perlu melakukan reformasi di segala bidang untuk mendukung penerapan good governance.  Dunia usaha telah lebih dahulu dituntut untuk menerapkan good governance karena krisis yang melanda negara-negara yang Asean termasuk Indonesia yang mengalami krisis paling parah dan paling lama pulihnya. Penerapan good governance oleh dunia usaha yang lebih dikenal dengan Good Corporate Governance atau GCG tidak akan dapat berjalan dengan baik jika tidak didukung dengan penerapan good governance di sektor pemerintah. Dengan demikian dituntut agar penerapan di sektor pemerintah segera dilaksanakan. Beberapa upaya perlu dilakukan termasuk diantaranya adalah reformasi sistem akuntansi pemerintahan yang menuntut adanya transparansi dan akuntabilitas. Kualitas informasi yang dihasilkan oleh penyelenggara negara mempengaruhi tingkat transparansi dan akuntabilitas. Informasi yang berkualitas tinggi akan dihasilkan oleh sistem akuntansi yang handal.
Dua hal yang sangat penting adalah keberhasilan governance di Indonesia tergantung pada komitmen seluruh elemen bangsa Indonesia, dimulai dari para pimpinan dan penegakan hukum (law enforcement) perlu dilakukan secara konsisten dan fair agar seluruh lapisan masyarakat dapat menghormati hukum yang telah ditetapkan.