Ikatan Akuntan Indonesia-Jakarta.
Bank Indonesia (BI) saat ini tengah menyiapkan sistem penyajian dan
pelaporan keuangan atas dasar akrual. Akan tetapi, karena BI sendiri
merupakan sebuah entitas unik maka system akuntansi keuangan (SAK) yang
accrual base itu penerapannya lebih beraroma BI, artinya menggunakan ala
BI. Saat ini, bentuknya masih dalam draft Prinsip Dasar Penyusunan dan
Penyajian Laporan Keuangan (PDP2LK) BI sebelum nantinya akan dibuat
dalam Peraturan Dewan Gubernur (PDG). Demikian disebutkan oleh Ketua
Dewan Pengarah PDP2LK BI, Rosita Uli Sinaga, dalam acara limited hearing
dengan stakeholder terkait di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (18/10).
Menurut
Rosita, seperti yang tercantum dalam draftnya, tujuan LK BI adalah
untuk menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen atau
pertanggungjawaban manajemen dalam mencapai dan memelihara kestabilan
nilai rupiah. LK ini mencakup informasi tentang dampak keuangan dari
kebijakan BI terhadap posisi keuangan dan surplus atau deficit BI.
“Makanya,
untuk mencapai tujuannya tersebut, LK BI pun disusun atas dasar akrual.
Dengan dasr ini, pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat
kejadian. Artinya, bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau
dibayar. Kemudian dicatat dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam
LK pada priode bersangkutan,” tutur dia.
Dia
menambahkan, dengan LK yang disusun atas dasar akrual ini, maka akan
memberikan informasi kepada pengguna tidak hanya transaksi masa lalu
yang melibatkan penerimaan dan pembayaran kas. Tetapi juga kewajiban
pembayaran kas di masa depan serta sumber daya yang merepresentasikan
kas yang akan diterima di masa depan. “Oleh karena itu, LK ini
menyediakan jenis informasi transaksi masa lalu dan peristiwa lainnya
yang paling bermanfaat bagi pengguna dalam pengambilan keputusan,” imbuh
Rosita yang juga Ketua Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) ini.
Namun
posisi BI sendiri adalah unik. Sehingga dengan keunikan ini, maka LK
yang disusun atas dasar akrual ini harus akrual ala BI yang disesuaikan
dengan tujuan BI. Sebagai contoh, pada saat BI membeli valuta asing
(valas), tujuannya itu untuk intervensi, maka ‘kepribadiannya’ pun tidak
tepat kalau berdasar entitas komersial. Karena kalau entitas komersial,
misalkan dia melakukan jual-beli valas, maka tujuannya jelas untuk
mencari untung, dengan demikian delta nilai wajarnya itu tercermin dalam
laporan laba-rugi.
“Tapi
untuk BI karena tujuannya untuk intervensi valas maka seharusnya
perubahan valas itu tidak dianggap dalam laporan laba-ruginya. Karena BI
ini banyak transaksi yang unik,” jelas dia. Keunikan sendiri, kata
dia, terlihat dari dua hal. Pertama, adanya transaksi yang hanya
terdapat di bank sentral. Dan kedua, adanya transaksi yang terdapat di
entitas lain, namun di lakukan BI dengan tujuan yang berbeda dengan
entitas lain.
Ditanya
kapan kira-kira akan diusulkan dan kemduian menjadi PDG, dia sendiri
berharap draft ini bisa secepatnya dapat dirumuskan, sehingga bisa
segera dibuat menjadi kebijakan dalam PDG. “Mudah-mudahan hingga akhir
tahun ini sudah bisa menjadi PDG,” harapnya.
Sementara
Harti Haryani, Direktur Keuangan Intern BI menyebutkan, dari hasil
draft tersebut nantinya akan difinalisasi menjadi PDG. Setelah itu akan
dituangkan dalam Kebijakan Akuntansi Keuangan BI (KAK-BI). “Jadi untuk
lebih teknisnya itu akan dibuat kebijakan tersebut. Tapi prosesnya masih
sama. Untuk aturan teknisnya juga ditetapkan melalui PDG, kemudian
melalui Komite KAK BI. Tapi kalau yang sangat teknis seperti yang
mengatur debit-kredit, itu di bagian saya dikeluarkannya. Nanti dalam
bentuk Surat Edaran (SE) BI,” tegas dia.
Penyusunan
LK BI sendiri, kata Harti, masih menggunakan SAK umum dan menggunakan
beberapa tiruan yang dilakukan di bank sentral lain, jika satu transaksi
tidak diatur dalam SAK umum. Akan tetapi selama ini, kenapa kebijakaan
ini baru dirumuskan, karena pendapat-pendapat dari banyak paka belum
menjadi kata sepakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar