sebagai wujud komitmen besar IAI memberikan pemahaman pada stakeholker keprofesian tentang Standar Akuntansi Keuangan (SAK), maka IAI mengadakan konsultasi publik dalam penerapan SAK terbaru
dalam ajang ini peserta akan memperoleh kesempatan berkonsultasi langsung dengan tim teknis dan tim implementasi IFRS, sehingga memperoleh perspektif yang akurat.
open house ini diadakan pada :
hari/tanggal : Jumat/28 September 2012
Jam : 14.00-17.00 WIB
BE THE FIRST IN OUR OPEN HOUSE
nb : Keterangan lebih jelas hubungi : (021) 31904232 atau di website www.iaiglobal.or.id
Selasa, 25 September 2012
Rabu, 12 September 2012
aset negara tumbuh 24,7%
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melansir nilai aset negara er 31
Desember 2011 mencapai Rp. 3.023,44 triliun, dengan kewajiban negara
sebesar Rp. 1.947,37 triliun.
Dengan demikian, kekayaan bersih negara mencapai Rp. 1.076,07 triliun. Menteri Keuangan Agus Martowadojo mengungkapkan, nilai aset negara memang mengalami kemajuan yang cukup signifikan setiap tahunnya. Kenaikan tersebut tidak bisa lepas dari perbaikan inventarisasi baik dari sisi jumlah maupun jenis.
Sebagai informasi, per 31 Desember 2010 aset negara baru mencapai Rp. 2.423,69 triliun dengan kewajiban mencapai Rp. 2.796,08 triliun dan kekayaan bersih negara yang hanya Rp. 627,61 triliun. Per 31 Desember 2006, kekayaannya bersih negara bahkan minus Rp. 110,10 triliun karena aset negara hanya tercatat Rp. 1.219, 96 triliun sementara kewajibannya mencapai Rp. 1.330,06 triliun.
Dengan demikian, kekayaan bersih negara mencapai Rp. 1.076,07 triliun. Menteri Keuangan Agus Martowadojo mengungkapkan, nilai aset negara memang mengalami kemajuan yang cukup signifikan setiap tahunnya. Kenaikan tersebut tidak bisa lepas dari perbaikan inventarisasi baik dari sisi jumlah maupun jenis.
Sebagai informasi, per 31 Desember 2010 aset negara baru mencapai Rp. 2.423,69 triliun dengan kewajiban mencapai Rp. 2.796,08 triliun dan kekayaan bersih negara yang hanya Rp. 627,61 triliun. Per 31 Desember 2006, kekayaannya bersih negara bahkan minus Rp. 110,10 triliun karena aset negara hanya tercatat Rp. 1.219, 96 triliun sementara kewajibannya mencapai Rp. 1.330,06 triliun.
Begitu pula per 31 Desember 2005,
dimana kekayaan bersih negara minus RP. 168,92 triliun karena asetnya
hanya Rp. 1.173,13 triliun sementara kewajibannya mencapai RP. 1.342,05
triliun. "Aset negara yang perlu diselesaikan statusnya itu banyak, tapi
kemajuan yang ada juga sudah banyak. PErlu kerja sama antara
kementerian/lembaga (K/L) yang menguasai aset negara dengan KEmenkeu, "
tutur Agus Marto dalam konferensei pers Rapat KErja Nasional (Rakernas)
Akuntansi dan Laporan Keuangan Tahun 2012, di Kantor Kemenkeu, jakarta,
kemarin.
Meski ada kemajuan dalam inventarisasi
ataupun penilaian aset, Agus Marto menegaskan, masih banyak aset negara
yang masih harus diterbitkan seperti pelabuhan udara, rumah dinas, dan
gedung kantor. Mantan Dirut Bank Mandiri ini menambahkan, kerja sama
dengan K/L sangat diperlukan dalam inventarisasi terutama untuk
memastikan bahwa tanah yang diiventarisasi dalam keadaan bersih serta
dalam kendali K/L.
Direktur
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Yuniar Yanuar Rasyif mengatakan, pemerintah terus meningkatkan
invetarisasi dan penilaian aset negara yang berlum terhitung "Kita
sedang melakukan invetarisasi dan penilaian kembali aset jalan dan
bendngan-bendungan, " papar Yuniar. Yuniar menegaskan, Kemenkeu
menargetkan akan menyelesaikan inventarisasi dan penilaian aset negara
pada tahun ini.
Untuk
itulah, pemerintah tengah mengiatkan deteksi aset negara untuk kemudian
diinventarisasi dan ditaksir nilainya. Bendungan-bendungan, misalnya,
masih diiventarisasi oleh DItjen Kekayaan Negara sebelum ditaksir
nilainya. maesaroh
Selasa, 11 September 2012
14 cara mencegah penggelapan cek
Meskipun bukan uang tunai, cek paling rawan terhadap pencurian atau
penggelapan. Dengan ukuran fisik yang ringkas, pencairan yang relatif
mudah dan nominal yang besar, tak diragukan lagi cek menjadi sasaran
penggelapan paling menarik bagi pegawai yang tidak bertanggungjawab.
Untuk itu diperlukan pengawasan yang ekstra ketat—melebihi wilayah
lainnya.
Berikut adalah cara mencegah penggelapan cek :
1. minimalkan penggunaan cek
2. berlakukan otorisasi bertingkat
3. minimalkan penerbitan cek tunai/cash
4. penandatanganan cek harus lebih dari satu orang
5. awasi stok buku cek
6. awasi stempel cek
7. disiplinkan nomor urut cek
8. jangan sisakan ruang dalam lembar cek
9. bandingkan antara cek register dengan bonggol cek
10. gunting cek yang batal
11. periksa cek yang belum dikirimkan
12. setor semua cek masuk dihari yang sama
13. lakukan audit mendadak
14. perbaharui kartu spesimen penandatanganan cek
Berikut adalah cara mencegah penggelapan cek :
1. minimalkan penggunaan cek
2. berlakukan otorisasi bertingkat
3. minimalkan penerbitan cek tunai/cash
4. penandatanganan cek harus lebih dari satu orang
5. awasi stok buku cek
6. awasi stempel cek
7. disiplinkan nomor urut cek
8. jangan sisakan ruang dalam lembar cek
9. bandingkan antara cek register dengan bonggol cek
10. gunting cek yang batal
11. periksa cek yang belum dikirimkan
12. setor semua cek masuk dihari yang sama
13. lakukan audit mendadak
14. perbaharui kartu spesimen penandatanganan cek
4 elemen terpenting sistem pengendalian intern
implementasi sistem pengendalian intern (SPI)
bukan hanya dalam bentuk pengawasan. Melainkan gabungan berbagai elemen
yang berbeda. Agar sistem pengendalian intern bisa berfungsi dengan
efektif, minimal terdiri dari empat elemen utama yang berjalan
sinergis—saling melengkapi dan saling mendukung. Berfungsi efektif yang
saya maksudkan adalah mampu meminimalisir potensi penggelapan, pencurian
dan bentuk penyelewengan lainnya hingga ke titik terendah
agar efektif sistem pengendalian manajemen harus mengandung 4 elemen di bawah ini :
1. prosedur dan kebijakan yang mengikat dan jelas
Ini fundamental sifatnya. Tidak boleh tidak, harus ada. Tanpa prosedur dan kebijakan yang jelas, pegawai tidak akan tahu mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan. Prosedur harus mengikat, dalam artian setiap perilaku yang tidak sesui dengan prosedur akan diganjar hukuman. Prosedur haru jelas, tidak multi tafsir, tidak memiliki celah untuk memungkinkan terjadinya pelanggaran.
Misalnya: Untuk menerima barang dari pemasok/vendor, bagian receiving harus:
Semua itu dituangkan di dalam sebuah prosedur dan kebijakan. Dan semua aktvitas (di semua wilayah operasional persahaan), harus memilik prosedur dan kebijakan yang mengikat, dan jelas.
Bayangkan kalau tidak ada prosedur, bukan saja membuat potensi penggelapan/pencurian/penyelewengan menjadi tinggi, tetapi juga membuat banyak waktu habis ditengah jalan hanya untuk bolak-balik menjalankan satu proses aktivitas, karena pegawai tidak tahu pasti harus berbuat apa.
2. Peralatan yang memadai
Piranti di sini bisa jadi berupa komputer, device tertentu (misalnya mesin finger print untuk absensi, atau scanner barcode untuk penerimaan barang dan pencatatan persediaan yang akurat, body-scanner untuk memeriksa orang yang keluar masuk dari lokasi perusahaan, camera CCTV, brankas dengan locker digital dan manual, alat penimbang, stempel digital yang dilengkapi dengan alat anti duplikasi, dll).
Peranan piranti sangat besar. Piranti dimaksudkan untuk 2 tujuan utama berikut ini :Memastikan prosedur dan kebijakan berjalan dengan mulus tanpa hambatan, dan nenutup celah peluang terjadinya penggelapan/pencurian/penyelewengan
3. pengawasan terus menerus
4. evaluasi berkala
agar efektif sistem pengendalian manajemen harus mengandung 4 elemen di bawah ini :
1. prosedur dan kebijakan yang mengikat dan jelas
Ini fundamental sifatnya. Tidak boleh tidak, harus ada. Tanpa prosedur dan kebijakan yang jelas, pegawai tidak akan tahu mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan. Prosedur harus mengikat, dalam artian setiap perilaku yang tidak sesui dengan prosedur akan diganjar hukuman. Prosedur haru jelas, tidak multi tafsir, tidak memiliki celah untuk memungkinkan terjadinya pelanggaran.
Misalnya: Untuk menerima barang dari pemasok/vendor, bagian receiving harus:
- Membandingkan “Surat Jalan” vs. “Purchase Order” vs “Physical Check”, untuk memastikan barang yang diterima sudah sesuai pesanan, dan surat jalan sudah sesuai kenyataan.
- Bila ada perbedaan, maka petugas receiving harus menghubungi bagian pembelian untuk kemudian diteruskan ke vendor. Vendor harus mengirimkan barang yang sesuai dengan PO selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila tidak pesanan dibatalkan.
- Apakah harus persis sama atau ada toleransi? Apakah ada pengecualian? Kalau ada pengecualian atas apa dan siapa yang berwenang memberikan approval untuk menerima perbedaan itu?
- Bila ketiganya sudah sama, maka petugas receiving harus memasukan data penerimaan, mencetak receiving slip, di staple jadi satu, untuk kemudian dikirimkan ke bagian accounting.
- Dan seterusnya.
Semua itu dituangkan di dalam sebuah prosedur dan kebijakan. Dan semua aktvitas (di semua wilayah operasional persahaan), harus memilik prosedur dan kebijakan yang mengikat, dan jelas.
Bayangkan kalau tidak ada prosedur, bukan saja membuat potensi penggelapan/pencurian/penyelewengan menjadi tinggi, tetapi juga membuat banyak waktu habis ditengah jalan hanya untuk bolak-balik menjalankan satu proses aktivitas, karena pegawai tidak tahu pasti harus berbuat apa.
2. Peralatan yang memadai
Piranti di sini bisa jadi berupa komputer, device tertentu (misalnya mesin finger print untuk absensi, atau scanner barcode untuk penerimaan barang dan pencatatan persediaan yang akurat, body-scanner untuk memeriksa orang yang keluar masuk dari lokasi perusahaan, camera CCTV, brankas dengan locker digital dan manual, alat penimbang, stempel digital yang dilengkapi dengan alat anti duplikasi, dll).
Peranan piranti sangat besar. Piranti dimaksudkan untuk 2 tujuan utama berikut ini :Memastikan prosedur dan kebijakan berjalan dengan mulus tanpa hambatan, dan nenutup celah peluang terjadinya penggelapan/pencurian/penyelewengan
3. pengawasan terus menerus
4. evaluasi berkala
penyempurnaan atas edisi cetak Standar Akuntansi Keuangan
Salah satu upaya
yang ditempuh oleh IAI dalam rangka sosialisasi Standar Akuntansi
Keuangan yang berlaku di Indonesia adalah penerbitan buku Standar
Akuntansi Keuangan per 1 Juni 2012 yang merupakan kompilasi edisi cetak
Standar Akuntansi Keuangan yang telah diterbitkan sebelumnya. Dalam
proses penerbitan buku ini telah dilakukan berbagai penyempurnaan atas
edisi cetak Standar Akuntansi Keuangan yang diterbitkan sebelumya
meliputi:
1.
|
Perbaikan redaksional; dan/atau
|
2.
|
Penyesuaian
karena dampak perubahan, pencabutan dan/atau pengesahan beberapa
Standar Akuntansi Keuangan yang mengakibatkan perubahan Sandar Akuntansi
Keuangan yang lain.
Keterangan untuk penyempurnaan edisi cetak lebih jelas klik link ini :
|
Senin, 10 September 2012
SNA 15 Banjarmasin 20-23 September 2012
Ikatan
Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Pendidik (IAI KAPd) telah
melahirkan salah satu ajang bergengsi bagi para Akuntan Indonesia untuk
memaparkan berbagai hasil penelitian akuntansi terbaik. Ajang tersebut
disebut dengan nama "Simposium Nasional Akuntansi" atau lebih dikenal
dengan singkatan SNA. Penyelenggaraan SNA dimulai sejak tahun 1997 di Yogyakarta, dan selanjutnya diselenggarakan secara bergantian setiap tahun oleh Perguruan Tinggi di seluruh Indonesia.
Selain sebagai forum ilmiah, SNA juga menjadi forum komunikasi dan
silaturahmi antara akademisi dan praktisi di bidang akuntansi yang
merupakan perwujudan kepedulian akuntan terhadap pembangunan bangsa dan
negara Indonesia. Pada hari Jumat, 22 Juli 2011 saat pelaksanaan SNA XIV
yang bertempat di Universitas Syiah Kuala Banda Aceh IAI KAPd secara
aklamasi telah menetapkan Kota Banjarmasin sebagai tuan rumah SNA XV
Tahun 2012 dan Universitas Lambung Mangkurat (UNLAM) sebagai Host SNA XV tersebut. Adapun tema yang akan diangkat pada SNA XV ini adalah:“Fraud & Forensik: Peran Akuntan dalam Pemberantasan Korupsi”
untuk keterangan lebih jelas klik : http://www.sna15banjarmasin.com atau http://www.iaiglobal.or.id
untuk keterangan lebih jelas klik : http://www.sna15banjarmasin.com atau http://www.iaiglobal.or.id
Workshop PSAK Terkini Graha Akuntan
Workshop PSAK terkini sesuai dengan program Konvergensi IFRS yang berlaku efektif 1 Januari 2012, diadakan pada :
hari/tanggal : selasa- jumat/ 2-5 Oktober 2012
tempat : Graha Akuntan, Jl. Sindanglaya no 1 Menteng Jakarta Pusat
waktu : 09.00-17.00
Pendaftaran hubungi :
Grha Akuntan Jl. Sindanglaya no 1 Menteng Jakarta Pusat, Telp. (021) 31904232 Ext. 222/777/333 fax. (021) 3900016/3152076
hari/tanggal : selasa- jumat/ 2-5 Oktober 2012
tempat : Graha Akuntan, Jl. Sindanglaya no 1 Menteng Jakarta Pusat
waktu : 09.00-17.00
Pendaftaran hubungi :
Grha Akuntan Jl. Sindanglaya no 1 Menteng Jakarta Pusat, Telp. (021) 31904232 Ext. 222/777/333 fax. (021) 3900016/3152076
Jumat, 07 September 2012
tehnik cara mencegah penggelapan (pencurian) Petty cash
Kas kecil atau yang biasa disebut ‘Petty Cash’ jumlahnya memang kecil,
tetapi bukan berarti bebas dari risiko pencurian (penggelapan). Tidak
ada alasan untuk tidak melakukan pengawasan atau kontrol yang serius.
Berikut adalah tehnik pengawasan yang saya rekomendasikan (untuk
perusahaan berskala kecil hingga menengah)
berikut adalah cara mencegah pengelapan (pencurian) petty cash :
1. batasi penggunaan petty cash
2. Pertimbangkan Penggunaan Procurement Card, Procurement card yang dimaksud adalah debit kas khusus perusahaan atas nama perusahaan tentunya
3. berlakukan otorisasi terbatas
4. batasi persediaan petty cash
5. pergunakan petty cash voucher berseri
6. lakukan audit fisik petty cash
kalau cara cara tersebut diterapkan secara efektif dan disiplin, penggelapan petty cash bisa di cegah
berikut adalah cara mencegah pengelapan (pencurian) petty cash :
1. batasi penggunaan petty cash
2. Pertimbangkan Penggunaan Procurement Card, Procurement card yang dimaksud adalah debit kas khusus perusahaan atas nama perusahaan tentunya
3. berlakukan otorisasi terbatas
4. batasi persediaan petty cash
5. pergunakan petty cash voucher berseri
6. lakukan audit fisik petty cash
kalau cara cara tersebut diterapkan secara efektif dan disiplin, penggelapan petty cash bisa di cegah
Kamis, 06 September 2012
good governance dan pemberantasan korupsi
Kasus korupsi di Indonesia muncul di
media elektronik dan cetak setiap hari. Tiada hari tanpa pemberitaan
tentang korupsi yang melibatkan pejabat pemerintah, politisi, pebisnis,
bahkan akademisi. Konflik kepentingan menyebabkan seseorang atau suatu
kelompok melakukan tindakan korupsi. Perilaku korupsi akan dilanjutkan
dengan perilaku tidak etis lainnya. Korupsi akan menyebabkan seseorang
melakukan apa saja demi untuk mencapai tujuannya. Secara luas, korupsi
akan menyebabkan tingkat biaya ekonomi tinggi yang akhirnya penurunan
tingkat efisiensi secara nasional. Isu-isu tersebut berdampak pada
menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan negara
yang dilakukan oleh pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, yang
berlanjut pada timbulnya sikap apatis masyarakat terhadap apapun yang
dilakukan oleh pemimpin negara dan pemimpin-pemimpin bangsa Indonesia
ini.
Menurut Mustopadidjaja (2001) Indonesia masih dipandang sebagai negara dengan risiko tinggi, dengan tingkat korupsi termasuk tertinggi. Hasil survei Transparency International menunjukkan Indonesia berada di urutan yang belum menggembirakan. Selama kurun waktu 15 tahun, Indonesia masih dalam kategori negara korup karena masih memperoleh nilai di bawah 3. Sampai dengan tahun 2010, peringkat Indonesia berada di urutan 110 dari 178 negara dengan nilai 2,8 dari skala 10.
Menurut hasil survey Transparency International, negara Indonesia masih berada pada urutan Negara korup karena Indeks Persepsi Korupsi (IPK) berada di bawah nilai 3.
Tabel 1 di bawah menunjukkan perkembangan IPK yang diperoleh Negara Indonesia selama kurun waktu 15 tahun. Menurut Tranparency Internasional Indonesia (2009), skor-skor tersebut dapat dibaca bahwa Indonesia masih dipandang rawan korupsi oleh para pelaku bisnis maupun pengamat/analis negara. Skor Indonesia yang sangat rendah menunjukkan bahwa usaha pemberantasan korupsi masih jauh dari berhasil dan komitmen pemerintah terhadap terbentuknya tata kelola pemerintahan yang lebih baik harus dipertanyakan.
Definisi Governance
Governance mengandung makna bagaimana cara suatu bangsa mendistribusikan kekuasaan dan mengelola sumberdaya dan berbagai masalah yang dihadapi masyarakat. Dengan kata lain, dalam konsep governance terkandung unsur demokratis, adil, transparan, rule of law, participation dan kemitraan. World Bank memberi definisi good governance sebagai suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran kesalahan dalam alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi secara politik dan administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha.
Menurut Pedoman Komite
Nasional Kebijakan Governance (KNKG, 2008), akuntabilitas diperlukan
agar setiap lembaga negara dan penyelenggara negara melaksanakan
tugasnya secara bertanggungjawab. Dengan demikian lembaga negara harus:
1) menetapkan rincian fungsi, tugas serta wewenang dan tanggungjawab
masing-masing penyelenggara negara yang selaras dengan visi, misi, dan
tujuan lembaga negara yang bersangkutan, 2) memiliki ukuran kinerja bagi
lembaga negara yang bersangkutan maupun individu penyelenggara negara
serta memastikan tercapainya kinerja tersebut, 3) melaksanakan tugas
secara jujur serta memenuhi prinsip akuntabilitas hukum, proses,
program, dan kebijakan, 4) menyampaikan pertanggungjawaban secara
berkala sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Implementasi Governance di Indonesia
Salah satu penilaian governance pada tingkat global dilakukan oleh Kaufmann, Kraay, dan Mastruzzi berupa proyek riset The Worldwide Governance Indicators yang dilakukan setiap tahun mulai tahun 1996. Laporan hasil proyek riset yang dilakukan oleh Kaufmann, Kraay, dan Mastruzzi pada tahun 2010 menunjukkan bahwa implementasi governance di Indonesia selama kurun waktu tahun 1996 sampai dengan 2009 masih buruk. Riset tersebut menggunakan enam komponen indikator yaitu Voice and Accountability, Political Stability and Absence of Violence, Government Effectiveness, Regulatory Quality, Rule of Law, dan Control of Corruption. Ke enam indikator tersebut diukur dengan interval -2.5 sampai dengan 2.5, semakin tinggi nilainya menunjukkan semakin baik governance nya. Ranking menunjukkan urutan posisi Indonesia dari 213 negara yang disurvei. Semakin besar angka urutan menunjukkan semakin baik posisi nya.
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa nilai yang diperoleh Indonesia untuk hampir semua komponen indikator menunjukkan nilai minus. Berdasarkan urutan, posisi Indonesia masih selalu berada pada urutan di bawah 50 (termasuk 25% negara terburuk) untuk seluruh (enam) indikator governance. Tabel 2 menunjukkan skor dan urutan posisi Implementasi Governance Indonesia selama kurun waktu tahun 1996 sampai dengan 2009.
Sumber: Kaufmann, Kraay, Mastruzzi; The Worldwide Governance Indicators Projects (2010)
Good Governance di IndonesiaMenurut Mustopadidjaja (2001) Indonesia masih dipandang sebagai negara dengan risiko tinggi, dengan tingkat korupsi termasuk tertinggi. Hasil survei Transparency International menunjukkan Indonesia berada di urutan yang belum menggembirakan. Selama kurun waktu 15 tahun, Indonesia masih dalam kategori negara korup karena masih memperoleh nilai di bawah 3. Sampai dengan tahun 2010, peringkat Indonesia berada di urutan 110 dari 178 negara dengan nilai 2,8 dari skala 10.
Menurut hasil survey Transparency International, negara Indonesia masih berada pada urutan Negara korup karena Indeks Persepsi Korupsi (IPK) berada di bawah nilai 3.
Tabel 1 di bawah menunjukkan perkembangan IPK yang diperoleh Negara Indonesia selama kurun waktu 15 tahun. Menurut Tranparency Internasional Indonesia (2009), skor-skor tersebut dapat dibaca bahwa Indonesia masih dipandang rawan korupsi oleh para pelaku bisnis maupun pengamat/analis negara. Skor Indonesia yang sangat rendah menunjukkan bahwa usaha pemberantasan korupsi masih jauh dari berhasil dan komitmen pemerintah terhadap terbentuknya tata kelola pemerintahan yang lebih baik harus dipertanyakan.
Tabel 1: Peringkat dan Nilai Indeks Persepsi Korupsi (IPK)
Tahun
|
Peringkat
|
IPK
(skala 0-10)
|
Keterangan
|
1995
|
41 dari 41 negara
|
1.94
|
Korup
|
1996
|
45 dari 54 negara
|
2.65
|
Korup
|
1997
|
46 dari 52 negara
|
2.72
|
Korup
|
1998
|
80 dari 85 negara
|
2.0
|
Korup
|
1999
|
96 dari 99 negara
|
1.7
|
Korup
|
2000
|
85 dari 91 negara
|
1.7
|
Korup
|
2001
|
88 dari 91 negara
|
1.9
|
Korup
|
2002
|
96 dari 102 negara
|
1.9
|
Korup
|
2003
|
122 dari 133 negara
|
1.9
|
Korup
|
2004
|
133 dari 146 negara
|
2.0
|
Korup
|
2005
|
137 dari 159 negara
|
2.2
|
Korup
|
2006
|
130 dari 163 negara
|
2.4
|
Korup
|
2007
|
143 dari 180 negara
|
2.3
|
Korup
|
2008
|
126 dari 180 negara
|
2.6
|
Korup
|
2009
|
111 dari 180 negara
|
2.8
|
Korup
|
2010
|
110 dari 178 negara
|
2.8
|
Korup
|
Governance mengandung makna bagaimana cara suatu bangsa mendistribusikan kekuasaan dan mengelola sumberdaya dan berbagai masalah yang dihadapi masyarakat. Dengan kata lain, dalam konsep governance terkandung unsur demokratis, adil, transparan, rule of law, participation dan kemitraan. World Bank memberi definisi good governance sebagai suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran kesalahan dalam alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi secara politik dan administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha.
Nizarli
(2005) mendefinisikan good governance adalah pelaksanaan otoritas
politik, ekonomi dan adminstratif dalam pengelolaan sebuah negara,
termasuk di dalamnya mekanisme yang kompleks serta proses yang terkait,
lembaga lembaga yang dapat menyuarakan kepentingan perseorangan dan
kelompok serta dapat menyelesaikan semua persoalan yang muncul diantara
mereka. Sedangkan menurut Nasution (2008:167), good governance adalah
penataan hubungan antara lembaga-lembaga tinggi negara, antar lembaga
pemerintah, termasuk hubungannya dengan masyarakat sebagai pihak yang
memiliki kedaulatan dalam suatu negara demokrasi.
Secara
umumdapat disimpulkan bahwa good governance adalah mekanisme hubungan
antar elemen-elemen dalam suatu bangsa dalam rangka untuk menciptakan
kehidupan masyarakat adil dan makmur sesuai dengan Pancasila.
Elemen-elemen yang dimaksud adalah pemerintah (the state), civil
society (masyarakat adab, masyarakat madani, masyarakat sipil), dan
pasar atau dunia usaha.
Implementasi Governance di Indonesia
Salah satu penilaian governance pada tingkat global dilakukan oleh Kaufmann, Kraay, dan Mastruzzi berupa proyek riset The Worldwide Governance Indicators yang dilakukan setiap tahun mulai tahun 1996. Laporan hasil proyek riset yang dilakukan oleh Kaufmann, Kraay, dan Mastruzzi pada tahun 2010 menunjukkan bahwa implementasi governance di Indonesia selama kurun waktu tahun 1996 sampai dengan 2009 masih buruk. Riset tersebut menggunakan enam komponen indikator yaitu Voice and Accountability, Political Stability and Absence of Violence, Government Effectiveness, Regulatory Quality, Rule of Law, dan Control of Corruption. Ke enam indikator tersebut diukur dengan interval -2.5 sampai dengan 2.5, semakin tinggi nilainya menunjukkan semakin baik governance nya. Ranking menunjukkan urutan posisi Indonesia dari 213 negara yang disurvei. Semakin besar angka urutan menunjukkan semakin baik posisi nya.
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa nilai yang diperoleh Indonesia untuk hampir semua komponen indikator menunjukkan nilai minus. Berdasarkan urutan, posisi Indonesia masih selalu berada pada urutan di bawah 50 (termasuk 25% negara terburuk) untuk seluruh (enam) indikator governance. Tabel 2 menunjukkan skor dan urutan posisi Implementasi Governance Indonesia selama kurun waktu tahun 1996 sampai dengan 2009.
Tabel 2: Indeks Implementasi Governance Indonesia:
Hasil Penilaian Bank Dunia Kurun Waktu Tahun 1996 sampai dengan 2009
TAHUN
|
VA
|
PV
|
GE
|
RQ
|
RL
|
CC
|
1996
SKOR
RANKING
| | | | | | |
-1.17
|
-1.03
|
0.197
|
0.398
|
-0.27
|
-0.34
| |
14
|
15
|
61
|
60
|
45
|
32
| |
1998
SKOR
RANKING
| | | | | | |
-1.04
|
-1.48
|
-0.83
|
-0.27
|
-0.74
|
-1.07
| |
16
|
9
|
20
|
39
|
22
|
13
| |
2000
SKOR
RANKING
| | | | | | |
-0.4
|
-1.77
|
-0.5
|
-0.31
|
-0.83
|
-0.93
| |
37
|
6
|
36
|
36
|
25
|
16
| |
2002
SKOR
RANKING
| | | | | | |
-0.41
|
-1.59
|
-0.53
|
-0.66
|
-1
|
-1.08
| |
38
|
9
|
34
|
26
|
18
|
10
| |
2003
SKOR
RANKING
| | | | | | |
-0.41
|
-2.04
|
-0.52
|
-0.62
|
-0.95
|
-0.98
| |
38
|
3
|
34
|
28
|
19
|
16
| |
2004
SKOR
RANKING
| | | | | | |
-0.33
|
-1.57
|
-0.37
|
-0.6
|
-0.74
|
-0.9
| |
38
|
6
|
45
|
27
|
28
|
20
| |
2005
SKOR
RANKING
| | | | | | |
-0.18
|
-1.19
|
-0.45
|
-0.45
|
-0.81
|
-0.86
| |
44
|
14
|
38
|
37
|
24
|
21
| |
2006
SKOR
RANKING
| | | | | | |
-0.16
|
-1.17
|
-0.3
|
-0.28
|
0.71
|
0.75
| |
43
|
14
|
45
|
44
|
28
|
25
| |
2007
SKOR
RANKING
| | | | | | |
-0.15
|
-0.99
|
-0.26
|
-0.25
|
-0.64
|
-0.6
| |
43
|
18
|
46
|
44
|
30
|
33
| |
2008
SKOR
RANKING
| | | | | | |
-0.14
|
-0.91
|
-0.21
|
-0.23
|
-0.62
|
-0.61
| |
45
|
17
|
47
|
45
|
31
|
33
| |
2009
SKOR
RANKING
| | | | | | |
-0.05
|
-0.64
|
-0.21
|
-0.28
|
-0.56
|
-0.71
| |
48
|
24
|
47
|
43
|
34
|
28
|
Keterangan
VA:Voice and Accountability
|
PV: Polotical Stability and Absense of Violance
|
GE: Government Effectiveness
|
RQ: Regulatory Quality
|
RL: Rule of Law
|
CC: Control of Corruption
|
Berdasarkan hasil penilaian lembaga dunia mengenai kualitas implementasi governance dan indeks persepsi korupsi di Indonesia menunjukkan bahwa negara Indonesia masih jauh dari pencapaian yang diharapkan. Dua data di atas menunjukkan bahwa adanya hubungan antara kualitas implementasi governance dan indeks persepsi korupsi.
Perlawanan terhadap korupsi diperlukan pengawasan kuat oleh parlemen, peradilan yang berkinerja baik, badan pemeriksa dan anti korupsi yang independen dan memiliki sumberdaya memadai, penegakan hukum yang kuat, transparansi dalam anggaran publik, pendapatan serta aliran bantuan, dan juga ruang bagi media independen. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah melalui penerbitan kebijakan dan peraturan berkaitan dengan pemberantasan korupsi dan penegakan good governance. Kebijakan pemberantasan korupsi dilakukan dengan membentuk lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, di sisi lain masih terdapat berbagai pelanggaran yang semakin luas tanpa disertai dengan penegakan hukum yang pasti.
Berbagai usulan dan saran tentang penegakan good
governance telah dilontarkan oleh berbagai kalangan. Mustopadidjaja
(2001) telah mengusulkan dilakukannya reformasi birokrasi dalam rangka
mewujudkan good governance. Reformasi birokrasi yang dimaksud tidak
hanya sekedar restrukturisasi, namun meliputi keseluruhan dimensi
sistemik secara terpadu dengan menambahkan “revitalisasi pelaksanaan
fungsi-fungsi manajemen pemerintahan dan diamalkannya secara konsisten
“dimensi-dimensi spiritual” yang melekat pada Sistem Administrasi Negara
Kesatuan, Republik Indonesia (SANKRI) dalam penyelenggaraan negara dan
pembangunan bangsa. Selain penegakan hukum, beberapa langkah sistematis
telah diajukan oleh Hardjapamekas (2003), antara lain meluruskan
orientasi pada demokrasi bukan pada kekuasaan; memperkuat komitmen;
melakukan pembenahan kultur dan etika birokrasi dengan konsep
transparansi, melayani secara terbuka, serta jelas kode etiknya; dan
peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Menurut
Mardiasmo (2002) salah satu unsur reformasi adalah tuntutan pemberian
otonomi yang luas kepada daerah kabutan dan kota. Terdapat 2 alasan
pemberian otonomi daerah, yaitu 1) intervensi pemerintah pusat yang
terlalu besar telah menimbulkan masalah rendahnya kapabilitas dan
efektifitas pemerintah daerah dalam mendorong proses pembangunan dan
demokrasi di daerah, 2) otonomi merupakan jawaban untuk memasuki
kehidupan baru yang membawa peraturan-peraturan baru pada semua aspek
kehidupan manusia. Peraturan-peraturan baru tersebut bertujuan agar
tercipta pemerintah daerah yang otonom efisien, efektif, akuntabel,
transparan, dan responsif secara berkesinambungan (sustainable).
Sejalan
dengan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, tantangan
yang dihadapi akuntansi sektor publik adalah menyediakan informasi yang
dapat digunakan untuk memonitor akuntabilitas pemerintah daerah yang
meliputi akuntabilitas finansial (financial accountability),
akuntabilitas manajerial (managerial accountability), akuntabilitas
hukum (legal accountability), akuntabilitas politik (political
accountability), dan akuntabilitas kebijakan (policy accountability).
Akuntabilitas sektor publik memiliki peran utama untuk menyiapkan
laporan keuangan sebagai salah satu bentuk pelaksanaan akuntabilitas
publik.
Penutup
Korupsi
di Indonesia sudah merupakan suatu penyakit kronis yang menjadi
penghalang implementasi governance. Korupsi dipicu konflik kepentingan
yang seringkali kepentingan pribadi lebih menjadi prioritas utama
dibandingkan dengan kepentingan bangsa dan negara. Upaya pemberantasan
korupsi harus selalu dilakukan tanpa henti melalui berbagai cara dan
media.
Good Governance akan dapat diwujudkan dengan
melibatkan 3 pihak, yaitu negara (pemerintah), dunia usaha, dan
masyarakat. Penyelenggara negara perlu melakukan reformasi di segala
bidang untuk mendukung penerapan good governance. Dunia usaha telah
lebih dahulu dituntut untuk menerapkan good governance karena krisis
yang melanda negara-negara yang Asean termasuk Indonesia yang mengalami
krisis paling parah dan paling lama pulihnya. Penerapan good governance
oleh dunia usaha yang lebih dikenal dengan Good Corporate Governance
atau GCG tidak akan dapat berjalan dengan baik jika tidak didukung
dengan penerapan good governance di sektor pemerintah. Dengan demikian
dituntut agar penerapan di sektor pemerintah segera dilaksanakan.
Beberapa upaya perlu dilakukan termasuk diantaranya adalah reformasi
sistem akuntansi pemerintahan yang menuntut adanya transparansi dan
akuntabilitas. Kualitas informasi yang dihasilkan oleh penyelenggara
negara mempengaruhi tingkat transparansi dan akuntabilitas. Informasi
yang berkualitas tinggi akan dihasilkan oleh sistem akuntansi yang
handal.
Dua hal yang sangat penting adalah
keberhasilan governance di Indonesia tergantung pada komitmen seluruh
elemen bangsa Indonesia, dimulai dari para pimpinan dan penegakan hukum
(law enforcement) perlu dilakukan secara konsisten dan fair agar seluruh
lapisan masyarakat dapat menghormati hukum yang telah ditetapkan.
Langganan:
Postingan (Atom)