Kasus korupsi di Indonesia muncul di
media elektronik dan cetak setiap hari. Tiada hari tanpa pemberitaan
tentang korupsi yang melibatkan pejabat pemerintah, politisi, pebisnis,
bahkan akademisi. Konflik kepentingan menyebabkan seseorang atau suatu
kelompok melakukan tindakan korupsi. Perilaku korupsi akan dilanjutkan
dengan perilaku tidak etis lainnya. Korupsi akan menyebabkan seseorang
melakukan apa saja demi untuk mencapai tujuannya. Secara luas, korupsi
akan menyebabkan tingkat biaya ekonomi tinggi yang akhirnya penurunan
tingkat efisiensi secara nasional. Isu-isu tersebut berdampak pada
menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan negara
yang dilakukan oleh pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, yang
berlanjut pada timbulnya sikap apatis masyarakat terhadap apapun yang
dilakukan oleh pemimpin negara dan pemimpin-pemimpin bangsa Indonesia
ini.
Menurut Mustopadidjaja (2001) Indonesia masih dipandang sebagai negara dengan risiko tinggi, dengan tingkat korupsi termasuk tertinggi. Hasil survei Transparency International menunjukkan Indonesia berada di urutan yang belum menggembirakan. Selama kurun waktu 15 tahun, Indonesia masih dalam kategori negara korup karena masih memperoleh nilai di bawah 3. Sampai dengan tahun 2010, peringkat Indonesia berada di urutan 110 dari 178 negara dengan nilai 2,8 dari skala 10.
Menurut hasil survey Transparency International, negara Indonesia masih berada pada urutan Negara korup karena Indeks Persepsi Korupsi (IPK) berada di bawah nilai 3.
Tabel 1 di bawah menunjukkan perkembangan IPK yang diperoleh Negara Indonesia selama kurun waktu 15 tahun. Menurut Tranparency Internasional Indonesia (2009), skor-skor tersebut dapat dibaca bahwa Indonesia masih dipandang rawan korupsi oleh para pelaku bisnis maupun pengamat/analis negara. Skor Indonesia yang sangat rendah menunjukkan bahwa usaha pemberantasan korupsi masih jauh dari berhasil dan komitmen pemerintah terhadap terbentuknya tata kelola pemerintahan yang lebih baik harus dipertanyakan.
Definisi Governance
Governance mengandung makna bagaimana cara suatu bangsa mendistribusikan kekuasaan dan mengelola sumberdaya dan berbagai masalah yang dihadapi masyarakat. Dengan kata lain, dalam konsep governance terkandung unsur demokratis, adil, transparan, rule of law, participation dan kemitraan. World Bank memberi definisi good governance sebagai suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran kesalahan dalam alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi secara politik dan administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha.
Menurut Pedoman Komite
Nasional Kebijakan Governance (KNKG, 2008), akuntabilitas diperlukan
agar setiap lembaga negara dan penyelenggara negara melaksanakan
tugasnya secara bertanggungjawab. Dengan demikian lembaga negara harus:
1) menetapkan rincian fungsi, tugas serta wewenang dan tanggungjawab
masing-masing penyelenggara negara yang selaras dengan visi, misi, dan
tujuan lembaga negara yang bersangkutan, 2) memiliki ukuran kinerja bagi
lembaga negara yang bersangkutan maupun individu penyelenggara negara
serta memastikan tercapainya kinerja tersebut, 3) melaksanakan tugas
secara jujur serta memenuhi prinsip akuntabilitas hukum, proses,
program, dan kebijakan, 4) menyampaikan pertanggungjawaban secara
berkala sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Implementasi Governance di Indonesia
Salah satu penilaian governance pada tingkat global dilakukan oleh Kaufmann, Kraay, dan Mastruzzi berupa proyek riset The Worldwide Governance Indicators yang dilakukan setiap tahun mulai tahun 1996. Laporan hasil proyek riset yang dilakukan oleh Kaufmann, Kraay, dan Mastruzzi pada tahun 2010 menunjukkan bahwa implementasi governance di Indonesia selama kurun waktu tahun 1996 sampai dengan 2009 masih buruk. Riset tersebut menggunakan enam komponen indikator yaitu Voice and Accountability, Political Stability and Absence of Violence, Government Effectiveness, Regulatory Quality, Rule of Law, dan Control of Corruption. Ke enam indikator tersebut diukur dengan interval -2.5 sampai dengan 2.5, semakin tinggi nilainya menunjukkan semakin baik governance nya. Ranking menunjukkan urutan posisi Indonesia dari 213 negara yang disurvei. Semakin besar angka urutan menunjukkan semakin baik posisi nya.
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa nilai yang diperoleh Indonesia untuk hampir semua komponen indikator menunjukkan nilai minus. Berdasarkan urutan, posisi Indonesia masih selalu berada pada urutan di bawah 50 (termasuk 25% negara terburuk) untuk seluruh (enam) indikator governance. Tabel 2 menunjukkan skor dan urutan posisi Implementasi Governance Indonesia selama kurun waktu tahun 1996 sampai dengan 2009.
Sumber: Kaufmann, Kraay, Mastruzzi; The Worldwide Governance Indicators Projects (2010)
Good Governance di IndonesiaMenurut Mustopadidjaja (2001) Indonesia masih dipandang sebagai negara dengan risiko tinggi, dengan tingkat korupsi termasuk tertinggi. Hasil survei Transparency International menunjukkan Indonesia berada di urutan yang belum menggembirakan. Selama kurun waktu 15 tahun, Indonesia masih dalam kategori negara korup karena masih memperoleh nilai di bawah 3. Sampai dengan tahun 2010, peringkat Indonesia berada di urutan 110 dari 178 negara dengan nilai 2,8 dari skala 10.
Menurut hasil survey Transparency International, negara Indonesia masih berada pada urutan Negara korup karena Indeks Persepsi Korupsi (IPK) berada di bawah nilai 3.
Tabel 1 di bawah menunjukkan perkembangan IPK yang diperoleh Negara Indonesia selama kurun waktu 15 tahun. Menurut Tranparency Internasional Indonesia (2009), skor-skor tersebut dapat dibaca bahwa Indonesia masih dipandang rawan korupsi oleh para pelaku bisnis maupun pengamat/analis negara. Skor Indonesia yang sangat rendah menunjukkan bahwa usaha pemberantasan korupsi masih jauh dari berhasil dan komitmen pemerintah terhadap terbentuknya tata kelola pemerintahan yang lebih baik harus dipertanyakan.
Tabel 1: Peringkat dan Nilai Indeks Persepsi Korupsi (IPK)
Tahun
|
Peringkat
|
IPK
(skala 0-10)
|
Keterangan
|
1995
|
41 dari 41 negara
|
1.94
|
Korup
|
1996
|
45 dari 54 negara
|
2.65
|
Korup
|
1997
|
46 dari 52 negara
|
2.72
|
Korup
|
1998
|
80 dari 85 negara
|
2.0
|
Korup
|
1999
|
96 dari 99 negara
|
1.7
|
Korup
|
2000
|
85 dari 91 negara
|
1.7
|
Korup
|
2001
|
88 dari 91 negara
|
1.9
|
Korup
|
2002
|
96 dari 102 negara
|
1.9
|
Korup
|
2003
|
122 dari 133 negara
|
1.9
|
Korup
|
2004
|
133 dari 146 negara
|
2.0
|
Korup
|
2005
|
137 dari 159 negara
|
2.2
|
Korup
|
2006
|
130 dari 163 negara
|
2.4
|
Korup
|
2007
|
143 dari 180 negara
|
2.3
|
Korup
|
2008
|
126 dari 180 negara
|
2.6
|
Korup
|
2009
|
111 dari 180 negara
|
2.8
|
Korup
|
2010
|
110 dari 178 negara
|
2.8
|
Korup
|
Governance mengandung makna bagaimana cara suatu bangsa mendistribusikan kekuasaan dan mengelola sumberdaya dan berbagai masalah yang dihadapi masyarakat. Dengan kata lain, dalam konsep governance terkandung unsur demokratis, adil, transparan, rule of law, participation dan kemitraan. World Bank memberi definisi good governance sebagai suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran kesalahan dalam alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi secara politik dan administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha.
Nizarli
(2005) mendefinisikan good governance adalah pelaksanaan otoritas
politik, ekonomi dan adminstratif dalam pengelolaan sebuah negara,
termasuk di dalamnya mekanisme yang kompleks serta proses yang terkait,
lembaga lembaga yang dapat menyuarakan kepentingan perseorangan dan
kelompok serta dapat menyelesaikan semua persoalan yang muncul diantara
mereka. Sedangkan menurut Nasution (2008:167), good governance adalah
penataan hubungan antara lembaga-lembaga tinggi negara, antar lembaga
pemerintah, termasuk hubungannya dengan masyarakat sebagai pihak yang
memiliki kedaulatan dalam suatu negara demokrasi.
Secara
umumdapat disimpulkan bahwa good governance adalah mekanisme hubungan
antar elemen-elemen dalam suatu bangsa dalam rangka untuk menciptakan
kehidupan masyarakat adil dan makmur sesuai dengan Pancasila.
Elemen-elemen yang dimaksud adalah pemerintah (the state), civil
society (masyarakat adab, masyarakat madani, masyarakat sipil), dan
pasar atau dunia usaha.
Implementasi Governance di Indonesia
Salah satu penilaian governance pada tingkat global dilakukan oleh Kaufmann, Kraay, dan Mastruzzi berupa proyek riset The Worldwide Governance Indicators yang dilakukan setiap tahun mulai tahun 1996. Laporan hasil proyek riset yang dilakukan oleh Kaufmann, Kraay, dan Mastruzzi pada tahun 2010 menunjukkan bahwa implementasi governance di Indonesia selama kurun waktu tahun 1996 sampai dengan 2009 masih buruk. Riset tersebut menggunakan enam komponen indikator yaitu Voice and Accountability, Political Stability and Absence of Violence, Government Effectiveness, Regulatory Quality, Rule of Law, dan Control of Corruption. Ke enam indikator tersebut diukur dengan interval -2.5 sampai dengan 2.5, semakin tinggi nilainya menunjukkan semakin baik governance nya. Ranking menunjukkan urutan posisi Indonesia dari 213 negara yang disurvei. Semakin besar angka urutan menunjukkan semakin baik posisi nya.
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa nilai yang diperoleh Indonesia untuk hampir semua komponen indikator menunjukkan nilai minus. Berdasarkan urutan, posisi Indonesia masih selalu berada pada urutan di bawah 50 (termasuk 25% negara terburuk) untuk seluruh (enam) indikator governance. Tabel 2 menunjukkan skor dan urutan posisi Implementasi Governance Indonesia selama kurun waktu tahun 1996 sampai dengan 2009.
Tabel 2: Indeks Implementasi Governance Indonesia:
Hasil Penilaian Bank Dunia Kurun Waktu Tahun 1996 sampai dengan 2009
TAHUN
|
VA
|
PV
|
GE
|
RQ
|
RL
|
CC
|
1996
SKOR
RANKING
| | | | | | |
-1.17
|
-1.03
|
0.197
|
0.398
|
-0.27
|
-0.34
| |
14
|
15
|
61
|
60
|
45
|
32
| |
1998
SKOR
RANKING
| | | | | | |
-1.04
|
-1.48
|
-0.83
|
-0.27
|
-0.74
|
-1.07
| |
16
|
9
|
20
|
39
|
22
|
13
| |
2000
SKOR
RANKING
| | | | | | |
-0.4
|
-1.77
|
-0.5
|
-0.31
|
-0.83
|
-0.93
| |
37
|
6
|
36
|
36
|
25
|
16
| |
2002
SKOR
RANKING
| | | | | | |
-0.41
|
-1.59
|
-0.53
|
-0.66
|
-1
|
-1.08
| |
38
|
9
|
34
|
26
|
18
|
10
| |
2003
SKOR
RANKING
| | | | | | |
-0.41
|
-2.04
|
-0.52
|
-0.62
|
-0.95
|
-0.98
| |
38
|
3
|
34
|
28
|
19
|
16
| |
2004
SKOR
RANKING
| | | | | | |
-0.33
|
-1.57
|
-0.37
|
-0.6
|
-0.74
|
-0.9
| |
38
|
6
|
45
|
27
|
28
|
20
| |
2005
SKOR
RANKING
| | | | | | |
-0.18
|
-1.19
|
-0.45
|
-0.45
|
-0.81
|
-0.86
| |
44
|
14
|
38
|
37
|
24
|
21
| |
2006
SKOR
RANKING
| | | | | | |
-0.16
|
-1.17
|
-0.3
|
-0.28
|
0.71
|
0.75
| |
43
|
14
|
45
|
44
|
28
|
25
| |
2007
SKOR
RANKING
| | | | | | |
-0.15
|
-0.99
|
-0.26
|
-0.25
|
-0.64
|
-0.6
| |
43
|
18
|
46
|
44
|
30
|
33
| |
2008
SKOR
RANKING
| | | | | | |
-0.14
|
-0.91
|
-0.21
|
-0.23
|
-0.62
|
-0.61
| |
45
|
17
|
47
|
45
|
31
|
33
| |
2009
SKOR
RANKING
| | | | | | |
-0.05
|
-0.64
|
-0.21
|
-0.28
|
-0.56
|
-0.71
| |
48
|
24
|
47
|
43
|
34
|
28
|
Keterangan
VA:Voice and Accountability
|
PV: Polotical Stability and Absense of Violance
|
GE: Government Effectiveness
|
RQ: Regulatory Quality
|
RL: Rule of Law
|
CC: Control of Corruption
|
Berdasarkan hasil penilaian lembaga dunia mengenai kualitas implementasi governance dan indeks persepsi korupsi di Indonesia menunjukkan bahwa negara Indonesia masih jauh dari pencapaian yang diharapkan. Dua data di atas menunjukkan bahwa adanya hubungan antara kualitas implementasi governance dan indeks persepsi korupsi.
Perlawanan terhadap korupsi diperlukan pengawasan kuat oleh parlemen, peradilan yang berkinerja baik, badan pemeriksa dan anti korupsi yang independen dan memiliki sumberdaya memadai, penegakan hukum yang kuat, transparansi dalam anggaran publik, pendapatan serta aliran bantuan, dan juga ruang bagi media independen. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah melalui penerbitan kebijakan dan peraturan berkaitan dengan pemberantasan korupsi dan penegakan good governance. Kebijakan pemberantasan korupsi dilakukan dengan membentuk lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, di sisi lain masih terdapat berbagai pelanggaran yang semakin luas tanpa disertai dengan penegakan hukum yang pasti.
Berbagai usulan dan saran tentang penegakan good
governance telah dilontarkan oleh berbagai kalangan. Mustopadidjaja
(2001) telah mengusulkan dilakukannya reformasi birokrasi dalam rangka
mewujudkan good governance. Reformasi birokrasi yang dimaksud tidak
hanya sekedar restrukturisasi, namun meliputi keseluruhan dimensi
sistemik secara terpadu dengan menambahkan “revitalisasi pelaksanaan
fungsi-fungsi manajemen pemerintahan dan diamalkannya secara konsisten
“dimensi-dimensi spiritual” yang melekat pada Sistem Administrasi Negara
Kesatuan, Republik Indonesia (SANKRI) dalam penyelenggaraan negara dan
pembangunan bangsa. Selain penegakan hukum, beberapa langkah sistematis
telah diajukan oleh Hardjapamekas (2003), antara lain meluruskan
orientasi pada demokrasi bukan pada kekuasaan; memperkuat komitmen;
melakukan pembenahan kultur dan etika birokrasi dengan konsep
transparansi, melayani secara terbuka, serta jelas kode etiknya; dan
peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Menurut
Mardiasmo (2002) salah satu unsur reformasi adalah tuntutan pemberian
otonomi yang luas kepada daerah kabutan dan kota. Terdapat 2 alasan
pemberian otonomi daerah, yaitu 1) intervensi pemerintah pusat yang
terlalu besar telah menimbulkan masalah rendahnya kapabilitas dan
efektifitas pemerintah daerah dalam mendorong proses pembangunan dan
demokrasi di daerah, 2) otonomi merupakan jawaban untuk memasuki
kehidupan baru yang membawa peraturan-peraturan baru pada semua aspek
kehidupan manusia. Peraturan-peraturan baru tersebut bertujuan agar
tercipta pemerintah daerah yang otonom efisien, efektif, akuntabel,
transparan, dan responsif secara berkesinambungan (sustainable).
Sejalan
dengan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, tantangan
yang dihadapi akuntansi sektor publik adalah menyediakan informasi yang
dapat digunakan untuk memonitor akuntabilitas pemerintah daerah yang
meliputi akuntabilitas finansial (financial accountability),
akuntabilitas manajerial (managerial accountability), akuntabilitas
hukum (legal accountability), akuntabilitas politik (political
accountability), dan akuntabilitas kebijakan (policy accountability).
Akuntabilitas sektor publik memiliki peran utama untuk menyiapkan
laporan keuangan sebagai salah satu bentuk pelaksanaan akuntabilitas
publik.
Penutup
Korupsi
di Indonesia sudah merupakan suatu penyakit kronis yang menjadi
penghalang implementasi governance. Korupsi dipicu konflik kepentingan
yang seringkali kepentingan pribadi lebih menjadi prioritas utama
dibandingkan dengan kepentingan bangsa dan negara. Upaya pemberantasan
korupsi harus selalu dilakukan tanpa henti melalui berbagai cara dan
media.
Good Governance akan dapat diwujudkan dengan
melibatkan 3 pihak, yaitu negara (pemerintah), dunia usaha, dan
masyarakat. Penyelenggara negara perlu melakukan reformasi di segala
bidang untuk mendukung penerapan good governance. Dunia usaha telah
lebih dahulu dituntut untuk menerapkan good governance karena krisis
yang melanda negara-negara yang Asean termasuk Indonesia yang mengalami
krisis paling parah dan paling lama pulihnya. Penerapan good governance
oleh dunia usaha yang lebih dikenal dengan Good Corporate Governance
atau GCG tidak akan dapat berjalan dengan baik jika tidak didukung
dengan penerapan good governance di sektor pemerintah. Dengan demikian
dituntut agar penerapan di sektor pemerintah segera dilaksanakan.
Beberapa upaya perlu dilakukan termasuk diantaranya adalah reformasi
sistem akuntansi pemerintahan yang menuntut adanya transparansi dan
akuntabilitas. Kualitas informasi yang dihasilkan oleh penyelenggara
negara mempengaruhi tingkat transparansi dan akuntabilitas. Informasi
yang berkualitas tinggi akan dihasilkan oleh sistem akuntansi yang
handal.
Dua hal yang sangat penting adalah
keberhasilan governance di Indonesia tergantung pada komitmen seluruh
elemen bangsa Indonesia, dimulai dari para pimpinan dan penegakan hukum
(law enforcement) perlu dilakukan secara konsisten dan fair agar seluruh
lapisan masyarakat dapat menghormati hukum yang telah ditetapkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar