Rektor Universitas Paramadina
Anies Baswedan mengharapkan akuntan Indonesia berusaha menjadi profesi
yang diidentikkan dengan integritas dan kejujuran. Anak cucu kita akan
mencatat setiap sejarah integritas yang ditegakkan oleh para akuntan,
untuk membuktikan komitmen mereka kepada keprofesian, masyarakat, serta
bangsa dan negara.
Dalam pemaparannya, Anies
mengemukakan profesi mulia yang membangun kekuatan kompetitif bangsa
Indonesia adalah akuntan, sebab mereka merupakan orang-orang yang
memiliki integritas tinggi.
Dia mengatakan aura akuntan adalah
kejujuran dan ketegasan, sehingga pantas bagi mereka untuk berdiri pada
barisan terdepan dalam memajukan masyarakat Indonesia.
Menurut
Anies ada begitu banyak modal kekayaan bangsa yang membuat masyarakat
Indonesia berpeluang untuk maju dan berkembang. Namun senantiasa yang
menjadi penghambat dan menjadi penyakit kronis adalah faktor integritas.
Untuk itu, gugah Anis, seribu langkah harus ditempuh untuk memperbaiki
faktor integritas, sehingga pada akhirnya masyarakat Indonesia akan
berada pada trend kepercayaan dan membuat mereka diterima dimana-mana.
“Profesi
dokter, asosiasinya adalah sosial. Pendidikan asosiasinya adalah
edukasi. Akuntan asosiasinya adalah kejujuran. [Dan akuntan Ini]
merupakan bagian dari IAI. Kelak, di masa depan anak cucu kita akan
membaca catatan integritas dan kejujuran [akuntan] kita di mesin
Google,” ujar penggagas Indonesia Mengajar ini.
Sarjana
Ekonomi UGM ini mengatakan, akuntan adalah profesi krusial dalam
menegakkan integritas kebangsaan. Makanya, akuntan memiliki kewajiban
moral untuk menjadi lokomotif menegakkan integritas di negeri Indonesia
Raya.
Pencitraan tersebut tidak berlebihan. Soalnya,
Anies mengetahui dan memahami bahwa profesi akuntan sudah dididik dan
ditempa untuk mengedepankan kejujuran dan integritas sudah sejak berada
di dunia kampus.
Tak mengherankan bila filosofi tersebut telah
berada di benak akuntan, dan sudah menjadi jalan hidup akuntan dalam
melaksanakan tanggungjawab keprofesiannya.
“Ciri khas
akuntan tidak mau kompromi dan korektif mendorong sektor lain untuk
berubah. Jika ada pertanyaan, siapa penjaga gawang dalam perusahaan?
Budget kita yang bertriliun-triliun, Siapa yang mengelola ? Jawabannya
adalah akuntan,” ungkapnya.
Anies menegaskan pada
zaman ini dunia sudah serempak bergerak menuju penghapusan
praktek-praktek korupsi. Transparansi harus dinomorsatukan. Bahkan
integritas digaungkan laiknya kampanye penghapusan perbudakan atau
rasialisme di zamannya, karena begitu pentingnya integritas dalam
mendorong pembangunan dan kemajuan suatu bangsa.
“Kita
hidup dimana era informasi akan langgeng. Ada yang mengatakan kalau mau
korup seharusnya dilakukan tahun 70-an. Karena belum disimpan dalam
mesin Google. Kalau sekarang ‘your story is part of life story’. Anak
cucu kita akan membaca catatan dosa kita,” katanya.
Anies
mengungkapkan kabar ‘it is no so good’ kerap kali melanda Indonesia.
Yang teramat ironis adalah Indonesia dimasukkan dalam kategori negara
gagal, padahal di era-era sebelumnya Indonesia tampil menjadi negara
dengan sebutan The Miracle of Asia. Bahkan pernah dimasukan pula ke
dalam negara-negara yang diproyeksikan berperan besar dalam kancah
global.
Namun dia menegaskan, kita tidak perlu
khawatir. Republik Indonesia maju, berkembang, dan berubah ditentukan
oleh masyarakat Indonesia sendiri bukan pandangan internasional.
Menurutnya, bangsa Indonesia selama ini telah memilih cukup persyaratan
untuk optimisme. Dan jangan sampai terjebak dalam pesimisme kolektif.
“Yang
menarik begitu kabar baik tentang Republik ini muncul, kita menahan
diri. Sebaliknya, begitu kabar buruk muncul, kita beramai-ramai
merayakannya,” ujar Anies.
Menurut Anies, sudah
saatnya negeri ini membangun kepercayaan diri. Unsur kepercayaan ini
hadir ketika masyarakat mulai menyadari tentang pentingnya ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam pertumbuhan ekonomi ‘knowledge based
society’. Masa depan ekonomi bangsa bukan hanya berada di ujung lidah
presiden. Tapi harus kolektif.
“Semua elemen negara
harus berubah. Tidak hanya menitipkan cita-cita negeri pada seorang
pemimpin semata. Membawa kata pemimpin, yang dituding pasti adalah
presiden. Ini adalah kerja kolektif. Semua elemen harus klop bergerak
mewujudkan cita-cita bangsa,” ujarnya.
Anies
melanjutkan ekonomi dunia dari tahun 1 Masehi sampai akhir abad ke-16
lebih dari 50 persen perekonomian dunia berada di BenuaAsia. Sesudah
revolusi industri perekonomian Asia mengalami penurunan yang dasyat.
Kemudian pada abad ini kejayaan Asia kembali bangkit.
Dalam
kurun waktu 10 tahun terakhir ini, tuturnya, Asia mulai menemukan
kemakmuran dengan ‘driver’ utama yang paling besar adalah negeri tirai
bambu Cina. Sementara itu Jepang telah berada lama di puncak keemasan,
diikuti dengan Korea Selatan, Taiwan, India, negara-negera Asia Timur
hingga Asia Tenggara yang sangat ‘Amazing’.
Dalam
analisis Anies, melihat masa depan Asia sebagai sebuah benua yang akan
tumbuh besar, maka Asia bisa jadi bukan lagi dengan sebutan ‘the
emergence of Asia’ tapi pada akhirnya sudah pantas dengan julukan ‘the
real emergence of Asia’.
“Indonesia bisa lebih baik
dari negara-negara yang posisi [pendapatannya] US$ 1.000. Kita mampu
membangun daya saing nasional yang letak masalahnya di berbagai items
adalah defisit integritas,” katanya.
Anies
melanjutkan jika setiap individu memiliki semangat dan optimis untuk
bangkit, maka itu akan mempengaruhi lingkungan dan pada akhirnya akan
membuat bangsa ini akan mengalami kebangkitan, sehingga visi Indonesia
menjadi bangsa yang besar bukan hanya impian.
“Hari
ini perbudakan dan rasialisme habis. Negera-negara yang mempraktikan
hal itu satu per satu meng-delete dua kata tersebut. Negara terakhir
yang menghapus perbudakan tidak akan dilupakan oleh sejarah. Dan untuk
men-delete korupsi kita harus memiliki integritas dan kejujuran yang
tinggi,” pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar